Langsung ke konten utama

Rangkuman Buku (Integrated Project Management) Tugas Manajemen Proyek

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 6 

- BIMA PUTRA K
- DANDY RENDRAHADI N 
- ADITYA KRESNA M
- GABRIEL ALEXANDRO T

(Referensi Buku : Ricardus Eko Indrajit, Peter Ong, dan K.C. Chan, ”Integrated Project Management”, ANDI, Yogyakarta, 2004.)

Rangkuman bab 1, bab 3, bab 4

BAB 1. Pergeseran Paradigma dalam Manajemen Proyek



Sebuah perubahan paradigma telah terjadi di dalam dunia manajemen proyek. Jika pada masa lalu dikatakan bahwa aspek terpenting di dalam manajemen proyek terletak pada perancangan strategi, maka pengalaman memperlihatkan bahwa strategi tidak ada gunanya jika terjadi kegagalan dalam mengeksekusinya. Riset memperlihatkan bahwa 90% dari strategi mengalami kegagalan ketika memasuki fase eksekusi, sehingga hasil yang semula diharapkan gagal diperoleh. Kenyataan ini didukung pula oleh hasil kajian di sejumlah perusahaan baik pada industri manufaktur maupun jasa.


Problem Industri

Permasalahan Besar


Hasil studi baru-baru ini oleh KPMG terhadap 300 perusahaan besar memperlihatkan bahwa kurang lebih 65% proyek yang dijalankan mengalami permasalahan sebagai berikut:
§  Anggaran yang dikeluarkan jauh melampaui dari yang direncanakan atau ditargetkan;
§  Durasi pengerjaan proyek jauh menyimpang dari waktu yang telah ditetapkan; dan
§  Teknologi tidak berhasil meningkatkan kinerja pengelolaan proyek secara berarti. 

Statistik Kegagalan Proyek

Hasil survei dari The Standish Group terhadap sejumlah inisiatif manajemen proyek memperlihatkan bahwa dalam pelaksanaanya:

§  53% dari proyek berakhir dengan peningkatan biaya 189% dari total perkiraan sebelumnya;
§ 84% dari proyek pengembangan perangkat lunak berakhir lebih lambat dari waktu yang ditetapkan 
§  58% dari hasil proyek yang dijanjikan tidak berhasil diberikan pada akhir proyek; dan
§  31% dari proyek dibatalkan pelaksanaannya sebelum berakhir. 


Faktor Kegagalan Proyek

Melihat hal tersebut maka The Standish Group melakukan kajian lebih jauh untuk menemukan faktor-faktor yang menyebabkan gagalnya atau dibatalkannya suatu proyek. Hasil kajian memperlihatkan bahwa tidak ada rencana yang jelas dan terintegrasi menjadi penyebab utama (kurang lebih 40%) dari kegagalan atau pembatalan proyek.

FAKTOR
% RESPONDEN
Kebutuhan yang tidak jelas
13.1%
Kurangnya keterlibatan user
12.4%
Kurangnya ketersediaan sumber daya
10.6%
Harapan yang tidak realistis
9.9%
Kurangnya dukungan dari pimpinan
9.3%
Perubahan kebutuhan dan spesifikasi
8.7%
Kurangnya kualitas proses perencanaan
8.1%
Kurangnya kebutuhan terhadap hasil proyek
7.5%
Kurangnya kemampuan mengelola teknologi informasi
6.2%
Rendahnya tingkat pemahaman teknologi
4.3%
Lain-lain
9.9%


Capability Maturity Model

Capability Maturity Model (CMM) adalah sebuah metode yang dikembangkan oleh Carnegie-Mellon University untuk melihat sejauh mana tingkat kematangan pengembangan suatu perangkat lunak aplikasi terjadi di dalam sebuah organisasi. CMM membagi tingkat kematangan tersebut menjadi 5 (lima) tingkat dengan gambaran umum sebagai berikut:
1.      Proses pengembangan perangkat lunak masih dilakukan secara tidak terpola dan bersifat ad-hoc. Sama sekali tidak ada pola pengembangan yang jelas dan konsisten.
2.      Dasar-dasar manajemen proyek mulai diterapkan di dalam proses pengembangan perangkat lunak. Pola pengembangan pun mulai terlihat melalui pengulangan-pengulangan aktivitas berdasarkan pengalaman di masa lalu.
3.      Proses pengembangan dan pengelolaan perangkat lunak mulai mengikuti standarisasi tertentu dan telah dilakukan secara luas di seluruh jajaran organisasi. Dokumen-dokumen terkait dengan pengembangan dan pengelolaan pun disusun secara baik sesuai dengan kaidah baku yang ada.
4.      Berbagai metrik untuk mengukur tingkat kualitas pelaksanaan seluruh proses di dalam organisasi telah dipergunakan. Indikator-indikator kuantitas ini selanjutnya akan menjadi tolak ukur proses analisa dan kontrol dalam pengembangan perangkat lunak.
5.      Organisasi telah memasuki tahapan ”moksa”-nya dalam arti kata berada dalam tahap kematangan tertinggi dimana kualitas manajemen mutu pengembangan perangkat lunak telah terinstitusionalisasi (embedded) bersama dengan seluruh rangkaian proses perusahaan. Pada tahap ini yang perlu diimplementasikan adalah suatu kerangka peningkatan kinerja yang berkesinambungan atau continuous improvement.

BAB 3. PMBOK Sebagai Standar Global Manajemen Proyek

Dalam dunia manajemen proyek, dikenal sebuah standar internasional bernama Project Management Body of Knowledge(PMBOK) yang diperkenalkan oleh sebuah lembaga bernama Project Management Institute (PMI) di Amerika Serikat. Standar ini telah secara luas dipergunakan oleh berbagai praktisi manajemen proyek di seluruh dunia dan telah terbukti keampuhannya. Secara jelas dan detail, PMBOK memperlihatkan konsep dan prinsip dasar apa saja yang harus dipahami dan diperhatikan oleh para praktisi manajemen proyek, dan kerangka metodologi seperti apa yang harus dipergunakan sebagai paduan bagi project manager untuk meningkatkan keberhasilan penyelenggaraan sebuah proyek. Dalam kerangka IPM, PMBOK merupakan bagian yang tidak terpisahkan karena keberadaannya sebagai subset dari keseluruhan konsep yang ada. Seperti yang telah diperlihatkan sebelumnya, tahap kedua dalam konsep IPM setelah Pre-Conditioningadalah Project Management, dimana dianjurkan bahwa seluruh penyelenggaraannya sedapat mungkin mengacu pada standar baku yang telah sedemikian baik disusun dalam PMBOK. Adalah merupakan suatu kewajaran jika disyaratkan bahwa seorang project manager yang baik haruslah benar-benar memahami dan menguasai teori dan konsep PMBOK – dimana akan lebih baik lagi jika yang bersangkutan menyandang predikat PMP (Project Management Professional).

Konsep Dasar Manajemen Proyek

Definisi Proyek

Organisasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang dilembagakan (dalam bentuk struktur organisasi) untuk melakukan rangkaian pekerjaan dengan tujuan tertentu. Hal ini berlaku baik untuk organisasi berorientasi profit semacam perusahaan, atau institusi nirlaba seperti yayasan. Berdasarkan sifat dan karakteristiknya, rangkaian pekerjaan atau aktivitas sehari-hari di dalam organisasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: aktivitas operasional dan aktivitas proyek. Kedua jenis aktivitas tersebut memiliki persamaan, yaitu:
       Dilaksanakan oleh manusia;
       Membutuhkan berbagai sumber daya; dan
       Melalui rangkaian proses perencanaan, eksekusi, dan kontrol.
Sementara perbedaan utama dari kedua aktivitas tersebut adalah bahwa aktivitas operasional dilakukan secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, dan merupakan pekerjaan standar yang harus dilakukan oleh masingmasing karyawan atau staf perusahaan berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya, sementara aktivitas berbasis proyek bersifat unik dan hanya berlangsung dalam durasi waktu tertentu saja. Berdasarkan hakekatnya, sebuah proyek dapat didefinisikan sebagai 

”Rangkaian usaha dalam jangka waktu tertentu yang bertujuan untuk menghasilkan sebuah produk atau jasa/pelayanan unik tertentu, dilaksanakan oleh manusia dengan memanfaatkan berbagai sumber daya, melalui rangkaian proses perencanaan, eksekusi, dan kontrol” 


Hal yang patut dicatat sehubungan dengan definisi proyek tersebut adalah, bahwa:
   Proyek memiliki jangka waktu tertentu, yang berarti bahwa rangkaian aktivitas tersebut memiliki titik mulai dan titik selesai yang pasti (ditargetkan); dan
  Bersifat unik, yang berarti bahwa tidak ada proyek yang menghasilkan produk atau jasa/pelayanan yang identik. 

Contoh-contoh proyek yang kerap dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah:
       Proyek pengembangan produk-produk baru;
       Proyek perubahan struktur organisasi perusahaan;
       Proyek pelatihan manajemen dan karyawan perusahaan;
       Proyek pengadaan barang kebutuhan di sebuah divisi usaha; 
      Proyek konstruksi bangunan kantor cabang; dan lain sebagainya. 

Proyek Sistem Informasi dan Teknologi Informasi

Kemajuan dunia komputer dan telekomunikasi yang sedemikan pesat telah memaksa organisasi semacam perusahaan untuk membangun berbagai fasilitas teknologi informasinya sebagai tulang punggung utama dalam mengembangkan sebuah sistem informasi perusahaan yang handal dan berkualitas. Tentu saja hal ini berdampak pada dilakukannya berbagai aktivitas proyek yang berhubungan dengan pengembangan sistem informasi maupun teknologi informasi, baik yang bersifat internal (hanya melibatkan bagian-bagian yang ada di dalam perusahaan terkait) maupun eksternal (melibatkan pihak-pihak luar perusahaan seperti rekanan, pelanggan, pemilik, dan lain sebagainya). Contoh-contoh proyek sistem informasi dan teknologi informasi klasik yang kerap dijumpai adalah sebagai berikut:
       Proyek analisa kebutuhan sistem informasi manajemen perusahaan;
       Proyek perancangan sistem data bagian akuntansi dan keuangan;
       Proyek pengembangan perangkat lunak sumber daya manusia;
       Proyek implementasi aplikasi siap pakai semacam Oracle, SAP, atau Microsoft Office;
       Proyek penerapan Office Automation System di perusahaan;
       Proyek konstruksi jaringan komputer kantor pusat dan kantor-kantor cabang;
       Proyek perancangan sistem pemesanan produk berbasis internet (eCommerce);
       Proyek pengembangan cetak biru (master plan) infratruktur teknologi informasi perusahaan;
       Proyek audit sistem dan teknologi informasi korporat;
       Proyek pembuatan website atau homepage perusahaan;
       Proyek pengintegrasian dua buah sistem informasi yang berbeda;
       Proyek migrasi sistem informasi dari teknologi lama ke yang baru; dan lain sebagainya.
Beberapa karakteristik unik yang membedakan proyekproyek sistem informasi dan teknologi informasi dengan berbagai proyek pada domain industri lain adalah sebagai berikut:

      Memiliki obyektif untuk menghasilkan produk-produk yang kerap bersifat intangible (kasat mata), semacam perangkat lunak (software), algoritma, berkas (file), dan lain-lain;
   Melibatkan berbagai teknologi yang sangat cepat usang karena perkembangannya yang sedemikian cepat, semacam komputer, modem,  software, CAD/CAM, dan lain-lain;

Manajemen Proyek

Setelah melihat betapa pentingnya arti keberhasilan sebuah proyek bagi kelangsungan hidup sebuah organisasi, maka sudah seyogyanya diperlukan sebuah ilmu atau keahlian tertentu yang harus dimiliki mereka yang terlibat dalam sebuah proyek, agar obyektivitas pencapaian suatu produk dan/atau jasa yang diharapkan dapat terjadi sesuai dengan target yang diinginkan. Ilmu yang bersangkutan dikenal sebagai Project Management atau Manajemen Proyek. Secara definisi, manajemen proyek digambarkan sebagai :
”Penerapan pengetahuan, kompetensi, keahlian, peralatan, metodologi, dan teknik didalam proses pengelolaan sebuah proyek sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders) dari proyek tersebut”


Aspek Pengetahuan Manajemen Proyek 


Dalam mengelola knowledge area atau aspek pengetahuan perlu dipahami beberapa prinsip sebagai berikut:
§  Setiap aspek pengetahuan akan dilakukan sejumlah aktivitas terkait dengan konsep kelompok proses yang telah dijelaskan sebelumnya;
§  Masing-masing kelompok proses membutuhkan sejumlah input atau masukan agar proses tersebut dapat dijalankan;
§  Ketika proses berjalan, terlibat di dalamnya sejumlah perangkat (tool) dan metode/teknik pengerjaan yang perlu dikuasai penggunaannya; dan


Proses akan menghasilkan output atau keluaran yang akan dipergunakan untuk pelaksanaan kelompok proses pada aspek pengetahuan yang lain


Manajemen Integrasi
Aspek pengetahuan ini merupakan payung utama dari kedelapan aspek pengetahuan yang lain, karena dalam aspek inilah dicoba dikelola keseimbangan antara delapan buah aspek lainnya agar tidak terjadi konflik. 

Manajemen Ruang Lingkup 

Setiap proyek pasti memiliki obyektif yang ingin dicapai. Obyektif tersebut dapat berupa produk yang memiliki fitur, fungsionalitas, atau spesifikasi tertentu atau pelaksanaan terhadap sejumlah aktivitas tertentu. Diagram dibawah ini menjelaskan suatu manajemen ruang lingkup di dalam proyek yang terdiri dari Initiation, Scope Planning, Scope Definition, Scope Verification, dan Scope Change Control

Contohnya di dalam teknologi informasi adalah:

§  Pembuatan aplikasi perangkat lunak yang memiliki fungsi untuk menjalankan proses manajemen sumber daya manusia; 
§  Instalasi infrastruktur jaringan wide area network yang menghubungkan kantor pusat dengan sejumlah kantor cabang;
§ Migrasi data pelanggan sebuah perusahaan dari sistem yang lama ke dalam sistem yang baru; 


Manajemen Waktu 

Setiap proyek memiliki target waktu yang harus dicapai, dimana pada saat tersebut output yang diharapkan dapat diperoleh oleh sponsor yang membiayainya. Menurut PMBOK, manajemen waktu mencakup Activity Definition, Activity Sequencing, Activity Duration Estimating, Schedule Development, dan Schedule Control

Manajemen Biaya

Alokasi terhadap sejumlah sumber daya pada proyek akan bermuara pada kebutuhan uang atau biaya. Oleh karena itulah di dalam setiap proyek perlu direncanakan anggaran yang dibutuhkan dan pengawasan alokasi biaya tersebut dalam pelaksanaannya. Manajemen biaya terdiri dari Resource Planning, Cost Estimating, Cost Budgeting, dan Cost Control

Manajemen Sumber Daya Manusia 

Pada kenyataannya, proyek dilaksanakan atau dieksekusi oleh sekumpulan manusia, sehingga prinsip dalam mengelola proyek adalah melakukan manajemen terhadap sumber daya manusia yang mencakup perencanaan organisasi (Organizational Planning), akuisisi karyawan (Staff Aquisition), dan pembentukan tim (Team Development). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yang paling bertanggung jawab terhadap sukses tidaknya sebuah proyek adalah project manager yang merupakan pimpinan dari tim proyek yang terdiri dari berbagai individu dengan keahlian beragam.  

Manajemen Pengadaan 

Banyak sekali produk atau perangkat (bahkan jasa) yang diperlukan oleh sebuah proyek agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Mulai dari perangkat untuk melaksanakan proyek itu sendiri – seperti kertas, komputer, aplikasi, alat-alat kantor, bensin/transportasi, akomodasi, dan lain-lain


BAB 4.  Manajemen Transisi dan Perubahan

Paradigma dalam Mengelola Transisi 

Pada dasarnya terdapat 3 (tiga) jenis perubahan, masing-masing adalah: cyclical, structural, dan transformational. 

Ketika usaha perubahan menemui kegagalan, biasanya disebabkan karena kesalahan dalam mengelola fase transisi. Alasan rasionalnya adalah bahwa: transisi memiliki dampak psikologis terhadap mereka yang terkena akibat perubahan (internal), dimana jika perubahan tersebut benar-benar terjadi, akan menimbulkan dampak situasional bagi orang lain yang terkait dengan organisasi (eksternal). Dalam kerangka ini jelas terlihat bahwa biaya sosial terbesar terletak pada saat terjadinya perubahan internal atau psikologis, karena dengan mudah orang-orang dapat mensabotase sistem yang diimplementasikan jika yang bersangkutan tidak mau berubah. Dikatakan bahwa dalam fase transisi ini, kebanyakan orang berada dalam kondisi ”bingung” karena adanya ketidakjelasan, stres secara emosional, keinginan mempertahankan keadaan status quo, dan lain sebagainya. 

Oleh karena itu, untuk menjamin terselenggaranya manajemen perubahan yang efektif, dibutuhkan aktivitas manajemen transisi yang sistematis, terencana, dan termonitor dengan baik

-  The Ending Phase
-  The Neutral Zone
-  The New Beginning Phase 


Paradigma dalam Merubah Pola Pikir

Dengan memperhatikan karakteristik manusia, terdapat sejumlah aspek yang menyebabkan terjadinya resistance atau penghalang untuk melakukan perubahan, antara lain:
§  Adanya comfort zone 
§  Masa lalu terbukti cukup berhasil
§  Takut terhadap hal yang tidak pasti
§  Susah merubah kebiasaan sehari-hari
§  Proses perubahan berlangsung terlalu cepat
§  Tidak ada komunikasi mengenai manfaat perubahan
§  Memilih orang yang salah untuk mengkomunikasikan perubahan
§  Melakukan perubahan ketika perubahan tidak diperlukan
§  Tidak melakukan perubahan ketika perubahan perlu dilakukan

Suka Duka Manajemen Perubahan 

Salah satu hal yang sangat menentukan terselenggaranya manajemen perubahan yang efektif adalah the timing of change. Cara mengetahuinya adalah dengan mendalami dan mempelajari tiga taktik utama, yaitu: 

Anticipatory Change – lakukanlah proses antisipasi terhadap hal-hal yang 
membutuhkan usaha perubahan di masa mendatang

Reactive Change – berlakulah reaktif terhadap keberadaan lingkungan yang jelas-jelas 
memaksa untuk dilakukannya perubahan.

Crisis Change – merupakan usaha perubahan karena adanya tandatanda atau sinyal-
sinyal yang telah terlibat secara jelas di depan mata, yang biasanya secara langsung 
ataupun tidak langsung meletakkan perusahaan dalam kondisi krisis atau bahaya.
Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka jelas perusahaan tidak akan dapat bertahan 
lama di dalam bisnis 

Komentar

  1. Aaahh! by YouTube - Videodl.cc
    The videos are from the official YouTube channel of the Asian Magic youtube downloader Tour. The show 1xbet korean was originally broadcast in youtube mp4 the US, Europe, Japan, and Australia.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rangkuman KETAHANAN NASIONAL

KETAHANAN NASIONAL A.   Pengertian Ketahanan Nasional Ketahanan nasional Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi. B.   Tujuan Ketahanan Nasional Bertujuan untuk menghadapi ancaman, tantangan, hambatan maupun gangguan. Jadi semakin kuat ketahanan nasional suatu bangsa semakin dapat menjamin kelangsungan hidup atau survival hidup suatu bangsa dan Negara. C.   Asas – Asas Ketahanan Nasional ·          Asas Kesejahteraan dan Keamanan ·          Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu ·          Asas Mawas ke Dalam da Mawas ke Luar Ø   Mawas Ke Dalam      bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat, dan kondisi kehidupan nasional itu sendiri Ø   Mawas Ke Luar Mawas Keluar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan berperan serta mengatasi dampak lingkungan strategis luar negeri dan menerima kenyataan adanya interaksi dan ketergantungan dengan dunia internasional. ·          Asas K